![]() |
Masjid
Agung Lamongan, merupakan bangunan yang memiliki nilai historis yang sangat
luar biasa dijantung kota Lamongan dalam proses berkembangnya Agama Islam.
Menurut beberapa sumber, bangunan masjid ini sudah dibangun tahun 1908.
Masjid Agung Tidak bisa dilepaskan dari tata ruang
kota pada zaman kesultanan, yaitu seiring dengan keberadaan alon-alon sebagai
pusat, dikelilingi pusat pemerintahan, pusat keramaian, keamanan dan keadilan.
Bangunan masjid Agung ini berasitektur khas Jawa,
bercungkup susun tiga sebagai perlambang dari iman, Islam dan ihsan. Sebagaiman
corak arsitektur masjid yang khas Nusantara pada masa lalu.
Desain tersebut juga melestarikan kearifan lokal
dimana corak arsitektur masjid bercungkup susun tiga merupakan simbol
kesejalinan antara Islam dengan budaya Nusantara. Pendekatan kultural inilah
yang pada masa lalu masyarakat Nusantara secara luas mudah menerima ajaran
Islam.
Gencarnya pembangunan masjid agung, sudah tidak
mampu mempertahankan dan melestarikan khasanah budaya sebagai Obyek Diduga
Cagar Budaya yang harus tetap dilestarikan. Diantaranya: Gapura Utama, dua buah
gentong, dua buah batu pasujudan (Prasasti),
“Memang sebaiknya Masjid Agung itu perlu ditata dan
diperbaiki, sehingga terlihat lebih indah. Namun, pembangunan itu jangan sampai
mengubah bentuk dan fungsi. Masyarakat tetap masih mengenal dan memanfaatkan
situs tersebut sebagai Masjid Agung yang memiliki seharah, bukan bangunan megah
tanpa makna,” papar Supriyo.
Candra Sengkala yang pernah ditulis oleh Tim
Penggali Sejarah Hari Jadi Lamongan Candra Sengkala berdirinya kabupaten
Lamongan diduga ada di masjid Agung Lamongan ini. “Masjid Ambuko Sucining
Manembah” Masjid Jati, halaman masjid dengan gapura model Cina, 2 genuk, dan 2
batu pasujudan. Yang artinya: masjid (1) halaman dan pintunya (4) genuk atau
tempat air (9) batu tempat bersujud (1) berarti 1491 tahun Saka, bertepatan
dengan 1569 Masehi. Bertepatan dengan pisowanan agung di Kedaton Giri,
pelantikan Rangga Hadi menjadi Tumenggung Surojoyo pada kamis pahing 10
Dzulhijjah 976 H (26 Mei 1569).
Supriyo menegaskan, semenjak tahun 1908 hingga tahun
1970-an pembangunan dan renovasi Masjid Agung Lamongan tidak pernah merubah
bentuk atau menghilangkan bagian-bagian lainnya. Bahkan di era Orde Baru pun Masjid
tersebut masih dengan keasliannya.
Posting Komentar
Posting Komentar